Sidang Ke 2 Kuasa Hukum Ungkapkan Keberatan Terdakwa Disidang Dalam Keadaan Sakit

JAKARTA | Koran Jaya – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang kasus dugaan memberikan sumpah palsu dengan terdakwa wanita bernama Ike Farida dengan nomor perkara 611/Pid.B/2024/PN JKT.SEL, Senin (7/10/2024).

Sidang hari ini beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari pihak terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sidang yang seharusnya dimulai Pukul 10.00 Wib terpaksa diundur beberapa kali dikarenakan Majelis Hakim dan Kuasa Hukum Terdakwa tidak hadir dalam ruang sidang.

Kemudian pada pukul 16.00 Terdakwa Ike Farida memasuki ruang sidang 3 PN Jakarta Selatan dengan didampingi tim kuasa hukumnya, termasuk Kamaruddin Simanjuntak.

Terdakwa Ike Farida dalam nota eksepsinya membantah dakwaan Jaksa.

Seusai sidang Kamaruddin Simanjuntak
mengatakan salah satu pengembang apartemen dari grup Pakuwon membangun beberapa tower apartemen tanpa dilengkapi AJB (Akta Jual Beli), PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), Izin Usaha dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi), dimana salah satu unit apartemen di Casa Grande Residence dibeli dan dibayar lunas oleh Terdakwa Ike Farida.

“Itu menjadi materi eksepsi kami karena selama 12 tahun ibu Ike Farida ini menderita dan tidak mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi sampai hari ini,” ungkapnya kepada awak media.

Selain itu Kamaruddin menyebutkan novum yang diajukan saat PK memang sudah digunakan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Hanya saja, Kamaruddin menyebut novum itu diajukan oleh kuasa hukum Ike terdahulu.

“Sudah digunakan saat di Pengadilan Negeri, sudah digunakan di Pengadilan Tinggi. Tapi yang mengajukan kuasa. Kuasa hukumnya magister hukum. Itu adalah kesalahan dari magister hukumnya. Magister hukum ini sudah kami ajukan di Peradi ya, kemudian dia akan disanksi dengan kode etik,” ujar Kamaruddin.

 

Adapun kasus ini bermula ketika Ike Farida menggugat PT Elite Prima Hutama terkait pembelian unit apartemen.

Namun, gugatan itu ditolak mulai dari PN Jakarta Selatan, banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, hingga kasasi.

Gugatan Ike Farida baru dikabulkan saat menghadirkan bukti baru atau novum ketika Peninjauan Kembali (PK).

Hanya saja, novum tersebut diduga sudah digunakan pada sidang-sidang sebelumnya hingga membuat Ike dilaporkan atas dugaan memberikan sumpah palsu. Kasus itu membuat Ike ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman tujuh tahun penjara.

Kronologi

30 Mei 2012
Ike membeli lunas 1 unit apartemen Casa Grande Residence

PT EPH tolak serahkan unit karena Ike
bersuamikan WNA dan tidak memiliki perjanjian kawin

Surat BPN menyatakan bahwa tidak ada larangan bagi Ike (WNI) untuk membeli properti di Indonesia meskipun menikah dengan WNA, sebagaimana berikut:

“..perempuan WNI yang menikah dengan laki-laki WNA mempunyai kedudukan yang sama dengan perempuan WNI yang menikah dengan WNI…tiap-tiap WNI, baik laki-laki maupun perempuan mempunyal kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarga.”

2015 – 2024

Ike memenangkan upaya hukum ke Mahkamah Agung, Peninjauan Kembali, Mahkamah Konstitusi, dan lainnya, serta dinyatakan pembeli yang sah dan berhak atas unit apartemen

2021 PT EPH tolak laksanakan putusan dan laporkan Ike (LP4738/2021) dengan tuduhan memberikan keterangan palsu dalam persidangan, memalsukan akta otentik, dan menyuruh memberikan
keterangan palsu (Pasal 242, 263, dan 266 KUHP) ketika proses Pengadilan Peninjauan Kembali No. 53 PK/Pdt/2021

Faktanya, Ike tidak pernah ke persidangan dan bersumpah, serta tidak ada dokumen yang palsu

3 Juni 2022

Pelanggaran kode etik Polda Metro Jaya dimulai, Penyidik menjadikan Ike tersangka

2021 – 2024

Belasan tahun dizolimi PT EPH, Ike tak hentinya menulis perlindungan hukum ke Presiden RI dan lebih dari 30 instansi (DPR RI, Menkopolhukam, Mabes Polri, Kemenkumham, Kompolnas, MK, MA, dan sebagainya)

Terbit rekomendasi untuk menghentikan kasus dari Kompolnas, Komnas Perempuan, dan Dirjen HAM RI karena besarnya pelanggaraan HAM, kekerasan terhadap perempuan, bahkan pelanggaran hukum oleh Penyidik

24 Oktober 2023

PT EPH melakukan eksekusi secara sukarela dan menyerahkan kunci dan akses, namun listrik dan air dimatikan

Eksekusi sukarela berarti PT EPH mengakui bahwa mereka telah melakukan wanprestasi sehingga tidak pernah ada sumpah palsu, keterangan palsu, atau pun akta palsu dalam Pengadilan PK di 2021 silam

1 April 2024

Wassidik Bareskrim Polri menggelar Gelar Perkara Khusu (GPK), di mana telah disampaikan hasil rekomendasi kepada Penyidik bahwa:
– Tidak ada unsur tindak pidana
– Tidak ada akta dan surat palsu
– Mens rea kabur

15 Juli 2024
Penyidik membangkang dan melimpahkan berkas kepada JPU dan anehnya, berkas dinyatakan lengkap (P-21)

Pihak JPU mengaku tidak pernah mendapatkan informasi hasil GPK

JPU melanggar Peraturan Bersama Mahkumjakpol karena pelimpahan berkas dilakukan lebih dari 3 kali dan petunjuk JPU sebelumnya tidak pernah dilakukan

25 Juli 2024
Terbit hasil GPK tertulis melalui Surat Kapolri B/11426/VII/ RES7.5/2024/Bareskrim dan Surat Kapolri B/11427/VII/ RES7.5/2024/Bareskrim (SP3D) (terlampir di barcode) yang menyatakan:

1. Pasal 242 ayat (1) KUHP tidak terpenuhi
2. Perbuatan Ike tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
3. Pasal 263 KUHP tidak terpenuhi
4. Cabut cekal terhadap Ike

16, 29, 31 Juli 2024

Tanpa surat izin, KPN, dan tanpa pemberitahuan apapun, Penyidik menggeledah dan mencoba lakukan penangkapan di Kantor Advokat dan rumah pribadi Ike, bahkan anak perempuan Ike dibuntuti dan didoksing oleh Penyidik di tempat umum agar ia mau menandatangani Berita Acara
Penggeledahan

4 September 2024

Tanpa pemanggilan apapun, Penyidik tiba-tiba lakukan penangkapan terhadap Ike di Kedatangan Terminal III Bandara Soekarno Hatta dengan melakukan kekerasan fisik

Alhasil Ike mendapatkan trauma psikis dan menderita lebam di kedua tangan, kaki, dan bagian tubuhnya lainnya, pendarahan di bagian gigi dan bibir

4 September 2024 – saat ini

Meskipun telah mendapatkan rekomendasi dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan banyak institusi lainnya (terlampir di barcode) agar kasus dihentikan, Ike ditahan dan harus menempuh jalur hukum untuk melepaskan kriminalisasi tak berdasar yang menimpanya selama 12 tahun terakhir. (Ay).