koranjaya.com Jakarta,- Ratusan nasabah asuransi WanaArtha Life yang tergabung dalam Aliansi Korban Asuransi WanaArtha Life (WAL) mengelar Aksi Damai di Kedutaan Besar Amerika Serikat dan di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rabu(10/12).
Dalam Aksi Damai ini Aliansi Korban Asuransi WAL meminta kepada pihak Pemerintah Amerika Serikat untuk ;
1. Deportasi Ke 3 Tersangka Pemilik PT Asuransi Wanaartha Life ( Evelina Larasati Fadil, Manfred Armin Pietruschka dan Rezanantha Pietruschka) ke indonesia.
2. Diberlakukan Kembali Red notice yang pernah Terbit dan di batalkan atau tercabut Red noticenya.
3. Ke tiga tersangka melakukan Kejahatan terhadap Puluhan Ribu Korban sebagai konsumen dan meminta Pemerintah Amerika memberikan Perlindungan HAM kepada kami dan tidak memberikan Suaka, asylum, golden visa atau bentuk perlindungan imigrasi lainnya terhadap para Buronan.
4. Meminta untuk melanjutkan kerja sama internasional melawan kejahatan keuangan lintas negara.
5. memastikan bahwa para tersangka dapat dipulangkan dan diadili di Indonesia.
Untuk diketahui, Kerugian dari para nasabah Asuransi WanaArtha Life berjumlah Rp 15,9 Triliun dari 26.000 pemegang polis.
Ketua Aliansi korban Asuransi WanaArtha Life Johanes Buntoro Menyerukan dan meminta kepada “Publik, pemerintah Indonesia, pemerintah Amerika Serikat, dan seluruh lembaga internasional bahwa para buronan pemilik dan pengendali WanaArtha Life tidak layak dan tidak boleh menerima bentuk perlindungan imigrasi apa pun, termasuk asylum atau suaka”.
“Mereka (Evelina Larasati Fadil, Manfred Armin Pietruschka dan Rezanantha Pietruschka) bukan korban politik, Mereka bukan pengungsi perang, Mereka bukan pihak yang dianiaya, Bukan juga korban Ras atau agama, Mereka bertiga adalah tersangka pelaku kejahatan keuangan yang menyebabkan salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah asuransi Indonesia, juga tragedi Kemanusiaan Terbesar di Industri Asuransi Indonesia”, ujar Johanes
Kasus WanaArtha Life bukan sekadar persoalan kerugian finansial, tetapi telah berubah menjadi tragedi kemanusiaan yang menghantam lebih dari 29.000 korban di seluruh Indonesia, terutama para lansia yang menggantungkan hari tua pada polis yang telah mereka bayar selama puluhan tahun, tegas Johanes.
Aliansi Korban Asuransi WanaArtha Life dalam Aksi Damai ini menegaskan dalam Tragedi Kemanusian Asuransi WanaArtha ini telah menyebabkan:
1. Puluhan korban lansia meninggal dunia, banyak di antaranya jatuh sakit, depresi, atau tidak mampu bertahan setelah seluruh tabungan hidup mereka hilang.
2. Ratusan anak kehilangan masa depan pendidikan, karena orang tua mereka tidak lagi mampu membayar sekolah.
3. Ribuan keluarga hidup dalam tekanan ekonomi ekstrem, kehilangan pekerjan usaha runtuh, hingga menimbulkan konflik rumah tangga
4. Para pensiunan kehabisan sumber hidup, kesulitan membeli makanan dan obat-obatan.
Di tempat yang sama, Simlim alias Halim adalah seorang nasabah Asuransi WanaArtha dari Bali yang menjadi sorotan media karena termasuk salah satu korban dengan klaim polis bernilai besar dalam kasus gagal bayar perusahaan asuransi tersebut.
Halim meminta, “Pemerintah agar memberikan perhatian kepada kami sebagai nasabah. Dan bisa mendeportasi tiga tersangka tersebut ke Indonesia. Karena perkara ini sudah berjalan selama 5 tahun padahal , Bareskrim, Polda Metro Jaya, OJK dan kejaksaan dan juga Ombudsman termasuk pak menteri polhukam Mahfud MD, kita sudah bersuara, kami rakyat butuh bantuan dari pihak pemerintah,” ucap Halim pada saat demo berlangsung di Kementerian Luar Negeri.
Dirinya juga menyebutkan total korban pemegang polis adalah 29.000 orang dan dengan total kerugian mencapai 15,9 triliun.
“Seharusnya uang ini kita bisa pakai belanja, kita bisa kasih untuk biaya sekolah anak.
Dan itu bisa menambah pendapatan daerah dan pendapatan negara. Akan tetapi kita diterkam, kita dirampok, uangnya dilarikan ke luar negeri dan negara kita rugi.
Kita jatuh miskin,” ucapnya lantang.
Selanjutnya salah satu korban bernama Rosi menceritakan jumlah kerugian yang dia alami mencapai 1,2 miliar dirinya menyebut uang tersebut diharapkan untuk menjalani hidup si masa tua
Saya salah satu korban, uang saya buat masa tua habis diambil mereka.
1,2 miliar jumlah kerugian saya yang bisa dipake buat beli susu anak di masa tua.
Di Indonesia ini mau kerja apa, bisa kerja apa, pemerintah kasih nggak bangsos,?” Ucap Rosi sambil menangis.
Lebih lanjut Rosi bercerita, “Salah satu teman saya namanya Dedi meninggal di pengadilan.
Sudah mau 2 tahun. Pada 19 Desember 2025 ini.
2 tahun dia meninggalnya.
Di mana letak keadilan buat kami, sampai hari ini belum ada keadilan. Pak..saya minta..Tolonglah kami bapak presiden Prabowo.
Tolong tegakkan keadilan buat negara ini,” Pinta Rosi sambil meneteskan air mata. (Andy,S).
